Satu Dekade BLU Pusat P2H KLHK Mengabdi Untuk Negeri (2)


BLU PUSAT P2H TERUS BERKONTRIBUSI DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT BAIK PELAKU USAHA KEHUTANAN ON FARM MAUPUN OFF FARM.

BLU Pusat P2H telah berdiri sejak 2007 atau telah mengabdi untuk melayani selama 13 th, banyak hal yang telah dicapai. Prestasi-prestasi tersebut tidak terlepas pada 7 (tujuh) nilai dasar yang telah ditetapkan oleh manajemen sebagai acuan budaya kerja seluruh pegawainya yang dilakukan secara konsisten, dimana nilai-nilai dasar tersebut terdiri dari Integritas, Profesional, Komitmen, Kerjasama, Service Oriented, Disiplin, serta Kerja Keras, Cerdas, dan Ikhlas. Sehingga dengan mendasari 7 (tujuh) nilai dasar tersebut, BLU Pusat P2H dapat mengurangi kendala maupun masalah- masalah yang dihadapi dalam rangka mencapai tujuan, khususnya dalam mencapai target kinerja untuk mendukung rehabilitasi hutan dan lahan.

Capaian kinerja dan prestasi BLU Pusat P2H selama satu dekade ini juga telah dapat memberikan  kontribusi dalam pembentukan BLU BPDLH yang telah 4 (empat) tahun dibentuk tetapi belum dapat beroperasi dikarenakan masih mengandalkan dana hibah serta belum mempunyai fix income stream yang dapat diandalkan sebagai pendapatan yang dapat dikelola secara lestari. Sehingga dengan mendasari hal tersebut, atas usulan Menteri Keuangan dan persetujuan Menteri LHK maka munculah kebijakan penggabungan BLU Pusat P2H ke dalam BLU BPDLH sehingga BLU Pusat P2H dapat berfungsi sebagai supporter/propeller beroperasinya BLU BPDLH.

Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) berdiri berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup dan ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 137/PMK.01/2019 tanggal 30 September 2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup. Dengan telah ditetapkannya BPDLH, maka proses merger BLU Pusat P2H ke dalam BLU BPDLH diperlukan masa transisi selama 1 tahun sampai dengan tanggal 30 September 2020 sesuai mandat yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan tersebut.

Tugas BPDLH sesuai Peraturan Menteri Keuangan No. 137/PMK.01/2019 adalah melaksanakan pengelolaan Dana Lingkungan Hidup di Bidang Kehutanan termasuk Dana Reboisasi, energi dan sumber daya mineral, perdagangan karbon, jasa lingkungan, industri, transportasi, pertanian, kelautan dan perikanan, dan bidang lainnya terkait lingkungan hidup sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Dana yang akan dikelola BPDLH direncanakan berasal dari berbagai sumber diantaranya Dana Reboisasi, Green Climate Fund (GCF), REDD+ Norway, Forest Carbon Partnership Facility (FCPF), Dana Penanggulangan Pencemaran dan/atau Kerusakan dan Pemulihan Lingkungan Hidup, Alokasi APBN (Investasi Pemerintah), serta sumber lainnya.

Dari tupoksi BPDLH seperti yang tercantum dalam PMK No. 137/PMK.01/2019 layanan dana bergulir akan tetap dilanjutkan melalui layanan BLU BPDLH. Pengelolaan Dana yang ada di BPDLH nantinya terbagi dua, yaitu dana Program dan dana Bergulir, hal ini akan memungkinkan terjadinya kombinasi dimana dana Program dapat membantu memfasilitasi peningkatan kapasitas kelembagaan maupun peningkatan kapasitas personil dalam kelompok masyarakat sehingga nantinya kelompok yang sudah bagus dalam kelembagaan maupun kapasitas anggotanya bisa mengakses dana bergulir yang tersedia di BPDLH yang bisnisnya mengait dengan Lingkungan Hidup. Artinya portofolio layanan pembiayaan akan semakin beragam sehingga diharapkan dapat memberikan akses dan peluang usaha yang lebih besar bagi pelaku usaha yang bergerak di bidang lingkungan hidup.

Dengan telah hadirnya BPDLH, diharapkan seluruh kegiatan yang berkaitan dengan lingkungan hidup di Indonesia akan terkoordinasi dengan baik sehingga pemanfaatan dana program dan dana bergulir yang ada di BPDLH baik yang berasal dari donor maupun dari Dana Reboisasi dapat termanfaatkan secara efektif dan efisien. Bravo BPDLH. (oleh: Agus Isnantio Rahmadi).

Artikel ini pernah tayang di Tabloid Rimbawani

Satu Dekade BLU Pusat P2H KLHK Mengabdi Untuk Negeri (1)

Badan Layanan Umum Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan (BLU Pusat P2H) secara konsisten telah eksis sejak tahun 2007 namun baru dapat mulai menjalankan misinya dalam pelayanan pembiayaan usaha kehutanan untuk Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) sejak 2010 atau sekitar 10 tahun terakhir.

BLU Pusat P2H adalah Satuan Kerja di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang bertugas untuk menyalurkan Dana Reboisasi (DR) dalam bentuk Fasilitas Dana Bergulir (FDB). Pusat P2H ditetapkan sebagai Instansi Pemerintah yang menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum secara penuh (BLU penuh) sejak tahun 2010 melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 105/KMK.05/2010. Penggunaan DR oleh BLU Pusat P2H didasari oleh Peraturan Pemerintah Nomor: 35 tahun 2002 tentang Dana Reboisasi.

FDB disalurkan untuk memperkuat modal usaha kehutanan, khususnya untuk skala usaha mikro, kecil, dan menengah. Dana ini bukan merupakan hibah ataupun proyek, tetapi dana bergulir. Dana disalurkan kepada penerima FDB, dimanfaatkan oleh penerima FDB, kemudian dikembalikan oleh penerima FDB kepada BLU Pusat P2H untuk selanjutnya digulirkan kembali kepada penerima lainnya. Dengan mekanisme dana bergulir, diharapkan DR dapat memberikan manfaat baik ekologis, sosial, dan ekonomi bagi pelaku usaha kehutanan serta menjadi modal besar yang dapat terus menerus mendukung upaya RHL. Penyaluran dan pengembalian dana ini dilaksanakan sesuai mandat pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.59/Menlhk-Setjen/2015 tentang Tata Cara Penyaluran dan Pengembalian Dana Bergulir untuk Usaha Kehutanan dalam rangka Rehabilitasi Hutan dan Lahan.

Adapun prinsip pemberian FDB yaitu mendukung peningkatan pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, perluasan kesempatan kerja, peningkatan produktivitas hutan dan perbaikan mutu lingkungan. Dengan prinsip ini, BLU Pusat P2H terus berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik pelaku usaha kehutanan on farm maupun off farm. Usaha kehutanan on farm adalah usaha yang secara langsung memproduksi hasil hutan dan hasil lainnya melalui pola murni atau wanatani sedangkan usaha kehutanan off farm yaitu usaha yang secara tidak langsung mendukung dan/atau berdampak positif dan/atau menghasilkan nilai tambah terhadap kegiatan on farm.
Pemberian FDB untuk usaha kehutanan on farm meliputi pembiayaan pembuatan tanaman,  kredit  tunda tebang, refinancing, wanatani, pemeliharaan, pembibitan,  pemanenan,  pembiayaan  komoditas   non kehutanan, dan pemanfaatan HHBK sedangkan pemberian FDB untuk usaha kehutanan off farm meliputi pembiayaan pengolahan hasil hutan dan penyediaan sarana produksi. Jenis usaha kehutanan yang dapat dibiayai adalah Hutan Tanaman Industri (HTI), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Desa (HD), Hutan Rakyat (HR), Pemanfaatan HHBK, Silvikultur Intensif dan Restorasi ekosistem.

FDB diberikan melalui 3 (tiga) skema pembiayaan yaitu skema pinjaman, skema bagi hasil dan pola syariah. Besaran tarif/bunga merujuk pada Permenkeu Nomor: 112/PMK.05/2015, untuk masyarakat sebesar BI Rate (maks. 8%), untuk badan usaha sebesar BI rate ditambah 4% (maks.10%), untuk lembaga perantara sebesar 50% dari BI Rate (maks. 4%), dan untuk porsi bagi hasil BLU Pusat P2H mendapatkan 35% dari pendapatan bruto, kemudian khusus untuk usaha kehutanan di kawasan lindung, tarif pinjaman lebih rendah 50% daripada tarif pada kawasan produksi.

Plafond pembiayaan FDB tergantung pada jenis usaha yang diajukan, untuk usaha kehutanan on farm, maksimal pembiayaan pada HR sebesar Rp5 Miliar, maksimal pembiayaan pada HD, HKm, HTR sebesar Rp40 Miliar, dan maksimal pembiayaan pada HTI sebesar Rp80 Miliar. Untuk usaha kehutanan off farm, bagi usaha mikro maksimal Rp 200 juta, usaha kecil maksimal Rp 2 miliar dan usaha menengah serta korporasi maksimal Rp 40 miliar.

Tidak ada hentinya FDB disosialisasikan ke tengah masyarakat dimana sampai saat ini FDB sudah dirasakan manfaatnya oleh lebih dari 28 ribu debitur yang tersebar di 964 desa, 547 kecamatan 145 kabupatendan 29 provinsi.

Dalam satu dekade ini, BLU Pusat P2H menunjukan pencapaian kinerja yang sangat baik, khususnya dalam 5 (lima) tahun terakhir (2015-2019), dimana BLU Pusat P2H mampu meningkatkan pelayanan setiap tahunnya dibuktikan dengan performa capaian kinerja penyaluran dan nilai komitmen pembiayaan yang cenderung melebihi target seperti pada grafik berikut.

Hingga April 2020, Total komitmen pembiayaan FDB secara keseluruhan sebesar Rp2,4 Triliun yang diberikan kepada 10 pelaku usaha HTI (Rp489 Miliar), 42 pelaku usaha HTR (Rp 117 Miliar), 6 pelaku usaha HD (Rp18 Miliar), 16 pelaku usaha HKm (Rp38 Miliar), 1200 Kelompok Tani Hutan Rakyat (Rp1 Triliun ), 16 unit pada areal IPHPS dan Kulin KK (Rp30 Miliar), dan pembiayaan melalui lembaga perantara (Rp375 Miliar). Pembiayaan FDB tersebut disalurkan kepada penerima secara bertahap, dimana hingga  April 2020,  total nilai penyaluran sebesar Rp 1,3 Triliun (sumber data: Dasboard BLU Pusat P2H, diakses pada 22 April 2020)

Pembiayaan FDB hadir sebagai solusi finansial bagi pelaku usaha kehutanan, banyak manfaat yang diperoleh debitur, seperti yang dikatakan oleh salah satu debitur BLU Pusat P2H, “Kami mendapatkan pembiayaan FDB sebesar 1,7 Milyar rupiah untuk penanaman 18.000 pohon (40 ha), ini melibatkan Penggarap sebagai mitra, selain penggarap berkesempatan bisa menanam jagung dan kacang di bawah tegakan, penggarap juga mendapatkan porsi bagi hasil pohon saat panen” ujar Ketua koperasi Raja Jabon Indonesia, Cilacap yang merupakan salah satu pengelola FDB Bagi Hasil BLU Pusat P2H”.
FDB juga mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah. KTT mampu memberikan multiplayer effect dengan menggerakan ekonomi pedesaan hingga 11 kali nilai penyalurannya, selain  itu  KTT  mendorong   diversifikasi   jenis  usaha pedesaan, dari 19 jenis usaha produktif yang dikembangkan petani hutan rakyat, telah berkembang menjadi 45 jenis usaha produktif (Tim Evaluasi KTT IPB, 2017).

“Saya mendapatkan KTT 15 juta untuk modal usaha kedai kopi, dari usaha tersebut, penghasilan saya per bulan 2 juta rupiah, harapan saya BLU Pusat P2H tetap bisa menyalurkan dana agar kami bisa mengembangkan usaha produktif,” ujar Edi, KTHR Mekar Tani, salah satu debitur KTT di Kab. Gunung Kidul, Prov. DI. Yogyakarta. Kegiatan tunda tebang juga berkontribusi menekan efek gas rumah kaca dimana daya serap karbondioksida di atmosfer menjadi lebih tinggi. Selama masa pinjaman, diperkirakan mampu berkontribusi dalam menjerap karbon sebesar 371.000 ton eCO2 (Tim Evaluasi KTT IPB, 2017). Dalam perspektif perubahan iklim, KTT dapat dinyatakan sebagai mekanisme REDD+ yang secara aktual telah terjadi di lapangan.

BLU Pusat P2H juga memberikan sumbangsih dalam pengembangan Energi Baru Terbarukan antara lain melalui:
a.         Pembiayaan usaha kehutanan on farm (refinancing tanaman akasia) untuk usaha HTI milik PT. Selaras Inti Semesta (SIS), dimana tanaman akasia ini sebagai pasokan bahan baku untuk Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) di Merauke, Papua dan pembiayaan penanaman Jati dan Kaliandra untuk usaha HTI milik PT. Usaha Tani Lestari, dimana kaliandra digunakan sebagai pasokan bahan baku PLTBm di Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur.

b.         Pembiayaan usaha kehutanan off farm pengolahan hasil hutan (wood pellet) PT. Rona Niaga Raya, Ciamis, Jawa Barat.

Usaha kehutanan off farm lain yang telah dibiayai FDB yaitu usaha pengolahan hasil hutan mencakup usaha pembuatan panel kayu (seperti blockboard, barecore, balken, dan veneer), bioenergy berbasis kayu (wood pellet dan arang kayu), serta pengolahan HHBK (madu, aren, dan lainnya). Bukan hanya itu, BLU Pusat P2H juga memberikan dukungan dalam mempercepat pengembangan usaha penyediaan sarana produksi yang mencakup usaha pengadaan bibit tanaman kehutanan yang bersertifikat dan pembuatan pupuk organik.

Direktur Utama PT. Abiyoso yang merupakan debitur Pinjaman Off Farm Pengolahan Hasil Hutan mengatakan “Kehadiran BLU Pusat P2H sangat tepat di saat lembaga keuangan bank menganggap masa era industri sekarang sudah meredup, BLU Pusat P2H dapat  memberikan solusi terkait pendanaan usaha kehutanan off farm”. Debitur lain juga berujar “BLU Pusat P2H sangat membantu di saat usaha industri mengalami keterpurukan. BLU hadir ibarat dokter yang bisa mengobati penyakit”, ucap Direktur Utama PT. Mekar Abadi, Wonosobo. Semua pembiayaan ini diorientasikan untuk mendukung usaha masyarakat di bidang industri kehutanan yang bahan bakunya bersumber dari hutan rakyat, bukan hutan alam.

Seluruh capaian kinerja BLU Pusat P2H selama satu dekade ini tidak terlepas oleh peran Petugas Lapangan BLU Pusat P2H yang ditempatkan di beberapa wilayah di Indonesia untuk melayani para calon debitur maupun debitur BLU Pusat P2H di tingkat tapak. BLU Pusat P2H menempatkan petugas lapangan pada lokasi yang prospektif untuk dibiayai sehingga pelayanan pembiayaan FDB menjadi lebih optimal. Hal ini ditunjukkan dengan komitmen pembiayaan dan penyaluran yang terus meningkat setiap tahunnya. Optimalisasi pembiayaan FDB melalui penempatan Petugas Lapangan dapat dilihat pada grafik berikut.
Petugas Lapangan BLU Pusat P2H memiliki  perannya masing-masing sebagai promotor, asessor, dan petugas operasional.   Mereka secara konsisten  mensosialisasikan pembiayaan FDB,  melakukan pendampingan/bimbingan proposal, melakukan penilaian pendahuluan, persiapan perikatan, monitoring dan evaluasi serta optimalisasi pengembalian FDB. Petugas Lapangan sebagai perpanjangan tangan BLU Pusat P2H hadir dalam setiap tahapan pembiayaan FDB. 

bersambung....

Integrasi BLU Pusat P2H Kedalam BLU BPDLH



BLU Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan saat ini sedang dalam masa transisi karena akan diitegrasikan kedalam BLU Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH).

BPDLH didirikan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup dan telah organisasinya telah ditetapkan melalui  Peraturan Menteri Keuangan No. 137/PMK.01/2019 tanggal 30 September 2019 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup. Dengan telah ditetapkannya BPDLH. Berdasarkan PMK tersebut maka proses integrasi BLU Pusat P2H ke dalam BLU BPDLH diperlukan masa transisi selama 1 tahun sampai dengan tanggal 30 September 2020.

Tugas BPDLH sesuai Peraturan Menteri Keuangan No. 137/PMK.01/2019 adalah melaksanakan pengelolaan Dana Lingkungan Hidup di Bidang Kehutanan termasuk Dana Reboisasi, energi dan sumber daya mineral, perdagangan karbon, jasa lingkungan, industri, transportasi, pertanian, kelautan dan perikanan, dan bidang lainnya terkait lingkungan hidup sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan tupoksi BPDLH seperti yang tercantum dalam PMK No. 137/PMK.01/2019 layanan dana bergulir akan tetap dilanjutkan dalam BLU BPDLH masih dalam bentuk Dana bergulir. Disamping itu BLU BPDLH juga akan menyalurkan Dana Program atau lebih kurang menyerupai hibah atau bantuan.

Selama masa transisi, layanan BLU Pusat P2H masih dilakukan atas nama BLU Pusat P2H, namun layanannya akan dibatasi karena kebijakan dalam masa transisi ini hingga proses likuidasi Pusat P2H selesai dilaksanakan. Dan selanjutnya layanan yang selama ini dilaksanakan oleh Pusat P2H akan dilanjutkan oleh BLU BPDLH yang berada dibawah Kementerian Keuangan.

Manfaat Ekonomi Dari Kredit Tunda Tebang BLU Pusat P2H



Salah satu layanan Dana Bergulir dari Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan (Pusat P2H) atau Badan Layanan Umum (BLU) Kehutanan adalah Kredit Tunda Tebang (KTT) yang memberikan akses pinjaman on farm kepada petani hutan rakyat melalui penundaan penebangan hutan sampai mencapai umur masak tebang, sehingga diperoleh nilai ekonomi pohon yang optimal dan dapat mengatasi tebang butuh kepada para pengijon.  KTT dilaksanakan berdasarkan Permen LHK P.59/2015 tentang Tata Cara Penyaluran dan Pengembalian Dana Bergulir untuk Kegiatan Rehabilitasi Lahan dan Hutan dan Perkapus P2H No. P.02/2016 tentang Pedoman Permohonan Pembiayaan Fasilitas Dana Bergulir untuk Usaha Kehutanan Skema Pinjaman. Hingga Agustus 2017, KKT telah tersalur di 9 provinsi yaitu Bali, DI Yogyakarta, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Tenggara.  Jumlah pinjaman yang sudah disalurkan mencapai Rp 250,56 Milyar untuk 8.155 orang debitur, tergabung dalam + 500 KTHR. Pada saat ini KTT merupakan skema pinjaman yang paling banyak diminati masyarakat dibandingkan skema layanan Pusat P2H lainnya.

Untuk mengevaluasi keberhasilan skema KTT, Pusat P2H bekerjasama dengan Fakultas Kehutanan IPB telah melakukan kajian yang terfokus pada dampak dan manfaat KTT, khususnya bagi kesejahteraan petani hutan rakyat dan lingkungan.  Proses evaluasi dilakukan melalui penyebaran kuesioner terhadap perwakilan debitur dari seluruh wilayah Indonesia, didukung dengan Diskusi Terfokus di 5 lokasi (Kuningan, Solo, Malang, Muna, dan Bali), serta wawancara dan kunjungan lapangan.

Hasil evaluasi menunjukkan bahwa KTT telah dilakukan secara tepat sasaran pada sebagian besar petani hutan rakyat yang memiliki lahan kurang dari 1 Ha (76,6%) dan didominasi oleh kelompok umur produktif (31-50 Tahun) dengan pendapatan utama rata-rata Rp. 2.590.000,- per bulan.  Sebagian besar responden (86,2 %) menyatakan bahwa KTT dapat mengatasi masalah yang mereka hadapi.

Sesuai dengan tujuannya, penundaan penebangan telah menyelamatkan nilai lebih kayu yang diagunkan. Hasil kajian menunjukkan bahwa untuk tenor 5 tahun, nilai lebih yang terselamatkan dari penyaluran pinjaman sebesar Rp 1.088.352.000,- adalah Rp 390.396.966,- (35,9%). Untuk tenor 8 tahun nilai yang terselamatkan akibat dari penyaluran kredit sebesar Rp 3.127.520.000,- adalah Rp 2.753.962.781,- (88,1%).

Selain menyelamatkan nilai kayunya, pinjaman KTT umumnya digunakan untuk mengembangkan usaha di luar kehutanan, mencakup 45 Jenis Usaha dari 19 jenis usaha yang diusulkan. Secara umum pinjaman KTT telah memperluas bidang usaha, baik bidang usaha yang berkaitan dengan lahan (on farm) maupun bidang usaha yang tidak berkaitan dengan lahan (off farm),  yaitu: (1) Peternakan, terutama sapi, kambing dan ayam (55,1% dari responden); (2) Perdagangan, terutama usaha toko dan warung (34,2% dari responden); dan (3) Usaha kehutanan (25,1% dari responden), terutama untuk penanaman kembali hutan.  Berkembangnya usaha di perdesaan akibat penyaluran pinjaman sebesar Rp 7,076,511,500,- telah menciptakan pekerjaan baru bagi 647 orang (400 laki-laki dan 247 perempuan), terutama mengurangi pengangguran tersembunyi dalam keluarga. Secara finansial jumlah pinjaman yang dikucurkan menghasilkan 11 kali nilai finansialnya dari sisi upah tenaga kerja dan keuntungan usaha.  Nilai sesungguhnya bisa jadi lebih besar bila multiplier effect dapat dihitung.  Dari hasil wawancara diketahui beberapa debitur menggunakan keuntungan usahanya untuk memperbesar atau memperluas kegiatan usaha nya.

Dari sisi manfaat lingkungan, KTT telah menyelamatkan lebih dari 2 Juta pohon yang diagunkan selama masa pinjaman berlangsung.  Selama masa pinjaman, diperkirakan mampu berkontribusi dalam menjerap karbon sebesar 371.000 ton eCO2.  Dengan harga karbon + US$ 3 per ton, nilai ekonomi karbon untuk seluruh pohon yang diagunkan setara dengan Rp. 14.5 Milyar selama masa agunan. Dalam perspektif perubahan iklim, KTT sejatinya dapat dinyatakan sebagai mekanisme REDD+ yang secara aktual telah terjadi di lapangan, dimana orang yang menanam pohon diberikan insentif agar menebang sesuai umur masak tebangnya.

Disadur dari Ringkasan eksekutif dari penelitian Tim IPB tahun 2017 dengan judul Manfaat dan Dampak Penyaluran Kredit Tunda Tebang (KTT) terhadap Kesejahteraan Masyarakat

Media Publikasi Blu Kehutanan




Berikut beberapa media publikasi yang sudah dimiliki Blu untuk mendapatkan informasi seputar BLU Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan:

1. Website: https://blup3h.id/
6. Email: mail@blup3h.id

Revolving Fund Facility

If you are interested in a revolving fund facility from the ministry of environment and forestry, you can listen and learn from the following video


Petugas Lapangan Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan


Petugas Lapangan Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan (yang dulu di sebut PO) adalah pegawai Pusat P2H yang menduduki  jabatan fungsional petugas lapangan Pusat P2H (menurut Permenhut Nomor  P.13/Menlhk/Setjen/Kum.1/5/2018 Tentang Standar Dan Uji Kompetensi  Petugas Lapangan Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan).

Petugas Lapangan ini bertugas di daerah-daerah remote yang sudah ada nasabah/debitur/penerima FDB ataupun daerah yang memiliki potensi penerima FDB.
Petugas lapangan ini di bagi kedalam 3 (tiga) kompetensi yaitu sebagai Promotor, Asesor dan Petugas Operasional (PO).

Promotor adalah Petugas Lapangan Pusat P2H yang dalam pelaksanaan pekerjaannya memiliki tugas mensosialisasikan layanan FDB, melakukan pendampingan penyusunan proposal, melakukan penilaian pendahuluan dan monitoring kinerja terhadap penerima FDB.

Asesor adalah Petugas Lapangan Pusat P2H yang dalam pelaksanaan pekerjaannya memiliki tugas melakukan penilaian administrasi dan verifikasi dan klasifikasi lapangan, menyusun hasil penilaian proposal dan evaluasi kinerja pelaksanaan kegiatan penerima FDB. 

Petugas Operasional adalah Petugas Lapangan Pusat P2H yang dalam pelaksanaan pekerjaannya memiliki tugas membantu persiapan pelaksanaan perikatan dan pembiayaan, membantu pelaku usaha untuk menyusun laporan berkala ke Pusat P2H dan melakukan kegiatan penagihan pengembalian FDB.

Calon nasabah/debitur/penerima FDB yang berminat untuk mendapatkan Fasilitas Dana Bergulir ini bisa menghubungi Petugas-Petugas Lapangan Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan ini.