Agunan Dalam Pinjaman Atau Pembiayaan FDB


Di dalam pemberian kredit, Bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat termasuk resiko yang harus dihadapi atas pengembalian kredit. Untuk memperoleh keyakinan sebelum memberikan kredit, Bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha Debitur. Agunan merupakan salah satu unsur jaminan kredit agar Bank dapat memperoleh tambahan keyakinan atas kemampuan Debitur untuk mengembalikan utangnya.

Di BLU Pusat P2H juga mewajibkan adanya Agunan sebagai pelengkap jaminan dalam pinjaman/pembiayaan FDB. Jika Jaminan tersebut berupa 4 T yaitu Tepat Pelaku, Tepat Lokasi, Tepat Kegiatan, Tepat Penyaluran dan Pengembalian, maka pelengkap nya adalah Agunan.

Agunan dikenakan kepada pelaku Usaha Kehutanan yang mengajukan pinjaman di atas Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk pembiayaan setiap unit Usaha Kehutanan.

Agunan dibedakan kedalam AGUNAN POKOK/UTAMA dan AGUNAN TAMBAHAN.

Agunan yang dipersyaratkan pada pembiayaan atau pinjaman FDB adalah sebesar 125% (seratus dua puluh lima perseratus) dari pinjaman/pembiayaan yang dimohon dan diikat secara fiducia dan/atau hak tanggungan bagi pelaku usaha kehutanan. Agunan sebesar 125 % tersebut terdiri dari 100% Agunan Pokok/Utama, dan 25% agunan Tambahan.

Agunan Utama berupa aset usaha kehutanan yang dibiayai dari dana Pinjaman/ Pembiayaan. Sedangkan Agunan Tambahan berupa aset bergerak dan/atau tidak bergerak dan/atau jaminan perusahaan (corporate guarantee) yang dikeluarkan oleh dan bagi BUMN.

Yang dimaksud dengan asset/barang tidak bergerak adalah suatu benda atau barang yang tidak dapat bergerak atau tidak dapat dipindahkan secara fisik, yaitu misalnya tanah dan bangunan, pekarangan dan apa yang didirikan diatasnya, pohon dan tanaman ladang, mesin yang melekat pada tanah dimana mesin tersebut berada, kapal laut serta kapal terbang

Menurut pasal 4 Undang-undang No.4 tahun 1996 tanggal 9 April 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang berkaitan Dengan Tanah  (“UUHT”) Tanah yang dapat dijadikan jaminan adalah:
  • Tanah Hak Milik
  • Tanah Hak Guna Usaha (“HGU”)
  • Tanah Hak Guna Bangunan (“HGB”)
  • Tanah Hak Pakai atas tanah Negara


Pengikatan jaminan atas tanah hak tersebut di atas adalah dengan Akta Pembebanan Hak Tanggungan (“APHT”) yang meliputi pula seluruh bangunan dan tanaman yang berada diatasnya dan wajib dilakukan sendiri oleh pemberi Hak Tanggungan.  Hanya apabila benar-benar diperlukan yaitu dalam hal pemberi Hak Tanggungan tidak dapat hadir di hadapan PPAT dapat dipergunakan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (“SKMHT”) yang harus diberikan langsung oleh pemberi Hak Tanggungan
Sedangkan yang dimaksud dengan asset/benda bergerak atau barang bergerak adalah barang yang karena sifatnya dapat berpindah atau dipindahkan, yaitu misalnya kendaraan bermotor, deposito, barang-persediaan (inventory), barang-barang inventaris kantor, mesin, hewan ternak, tagihan, hak tagih atas klaim asuransi, dan sebagainya

Jaminan perusahaan (corporate guarantee) termasuk kedalam kategori jaminan Non kebendaan yang dikenal juga dengan Penanggungan.

Sesuai Pasal 1820 KUH Perdata Penanggungan adalah suatu persetujuan pihak ketiga guna kepentingan Kreditur mengikatkan diri untuk membayar utang Debitur bila Debitur tidak memenuhi kewajibannya.

Hak Tanggungan diatur dalam UUHT.  Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan atas tanah berikut atau tidak berikut setiap benda yang merupakan bagian dan kesatuannya, untuk pelunasan suatu utang tertentu dan memberikan kedudukan yang diutamakan/preferent kepada Kreditur tertentu terhadap Kreditur lain.

Jaminan Fidusia diatur dalam Undang-undang No.42 tahun 1999 tertanggal 30 September 1999 tentang  Jaminan Fidusia (“UU Fidusia”). Fidusia dahulu dikenal dengan istilah Fiduciair Eigendoms Overdracht (FEO).

Fidusia adalah pengalihan hak milik atas benda sebagai jaminan atas dasar kepercayaan, sedangkan bendanya sendiri tetap berada dalam tangan si-Debitur, dengan kesepakatan bahwa Kreditur akan mengalihkan kembali kepemilikan tersebut kepada Debitur bilamana hutangnya telah dibayar lunas.

Obyek Fidusia terdiri dari:
(i)   Benda-benda bergerak yang berwujud maupun tidak berwujud;
(ii)  Benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan berdasarkan UUHT.

Sumber:
  • Undang-undang No.4 tahun 1996 tanggal 9 April 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang berkaitan Dengan Tanah 
  • Undang-undang No.42 tahun 1999 tertanggal 30 September 1999 tentang  Jaminan Fidusia 
  • Permenhut: Nomor : P.59/Menlhk-Setjen/2015 Tentang Tata Cara Penyaluran Dan Pengembalian Dana Bergulir Untuk Kegiatan Rehabilitasi Hutan Dan Lahan
  • https://legalbanking.wordpress.com